Weekend Gak Pake Mall: Dari Masjid Sampe Kue Pancong

Weekend gak pake mall itu sebenarnya udah biasa banget buat gw, soalnya umumnya waktu weekend gw habiskan dengan molor, molor dan molor di kamar (macam kerja rodi aja di weekdays). Tapi tentu kegiatan molor at the weekend gw kurang menarik untuk Anda simak, apalagi diliat secara visual, dan ditambah audionya…(you know what I mean, right?). Jadi saya share saja acara weekend saya 2 minggu lalu yang alhamdulillah gak dipake buat molor lagi.

Anda tahu apa jadinya kalau orang yang lagi patah hati digabungkan dengan orang yang lagi bosan terus ngobrol di tengah malam? Nekat ngider Jakarta melakukan hal-hal yang belum pernah dilakuin.

Jadi hal pertama yang belum pernah kita lakukan di kota ini dan ingin kita lakukan adalah: mengunjungi pasar kue subuh di Pasar Senen dan dengerin ceramah pagi di Masjid Agung Sunda Kelapa yang jam 7 pagi (ceritanya untuk mengisi kekosongan hati yang lagi terombang-ambing gitu deeh). Kemudian diniatkanlah agar setelah shalat Subuh gw akan menemui Dewi (ups..kesebut deh namanya) di Jl. Kramat. Namun niat tinggal niat, setelah shalat subuh gw malah mengirimkan pesan ke Dewi yang intinya: dingin, batal, masjid aja.

Maka berburu kue di pasar kue subuh tinggallah cita-cita. Oke, rencana selanjutnya adalah ketemu di masjid Sunda Kelapa jam 7 pagi. Rencana itu beda ya sama kenyataan. Kenyataannya adalah setelah mengirim pesan ke Dewi tadi, gw ketiduran dan baru kebangun jam 7 pagi. Itu pun gara-gara menerima pesan dari Dewi yang berbunyi “udah di mana lu?”. -_-

ramenya mesjid

Singkat cerita, gw baru sampe di masjid sunda kelapa udah hampir jam setengah 9. Gw memang udah pernah denger cerita kalo hari Minggu di masjid sunda kelapa itu bakalan rame dengan orang dagang makanan sama aksesoris busana muslim, tapi ternyata waktu kedatangan gw sangat strategis (atau tidak), ternyata karena hari itu hari Minggu terakhir sebelum Ramadhan, jadilah digelar bazaar Ramadhan, sehingga hebohlah tuh mesjid kaya pasar. Seluruh halaman mesjid diokupansi sama pedagang-pedagang, mulai dari yang jualan tape ketan sampe jualan mobil.

Pas Dewi dateng, jama’ah pengajian terlihat udah bubar, atau mungkin cuma imajinasi kita aja untuk jadi pembenaran atas kemalasan mendadak kita masuk masjid, yang jelas nggak lama kemudian kita udah duduk di luar masjid makan sepiring sate padang :p

Setelah menukar kesempatan beribadah dengan sepiring sate padang, kami meluncur ke rumahnya Maeda. Hayo, kenal gak sama Maeda? Kalo sama Laksamana Muda Maeda, kenal?

Rumah Laksamana Muda Maeda yang jadi tempat perumusan dan pengetikan naskah proklamasi RI yang tersohor itu sekarang disebutnya Museum Proklamasi, dan lokasinya nggak jauh dari masjid Sunda Kelapa tadi, jalan kaki juga bisa. Kita sampe sana jam 9 lewat dikit. Akibat datang kepagian, jadinya kita gak kebagian jasa pemandu. Pemandunya mungkin masih bobo, atau mungkin masih makan sate padang, intinya dia belum datang. What do you expect from a 2000 worth ticket, huh?

Karena gak ada pemandu, jadi yang bisa gw simpulkan dari kunjungan gw ke rumah Maeda ini adalah

1. Rumahnya Maeda segede bagong, ampe punya lapangan sendiri di belakang rumah

lapangan di belakang rumah, bisa buat maen voli, badminton, basket, balap karung, lomba makan krupuk, dan berbagai lomba 17-an lainnya 😛

2. Waktu perumusan naskah proklamasi ternyata rame juga yang hadir, ada 29 orang (tapi Maeda gak disebut, apakah Maeda disuruh belanja ke pasar untuk beli snack?)

26 peserta rapat perumusan naskah proklamasi + 1

3. Ternyata kalau lu hadir dalam peristiwa bersejarah, sepulangnya dari sana, pakaian lu akan dilucuti untuk dijadikan koleksi museum. Hal ini terjadi pada Pak I Gusti Ktut Pudja (just kidding folks, but seriously, your wardrobe will be put in museum, so, if you’re going to do something historical, make sure you wear fancy clothes).

pakaian bersejarah

4. Ternyata naskah proklamasi kita ditandatanganinnya di atas piano yang letaknya di bawah tangga. Jadi gw ngebayanginnya, Pak Sayuti Melik abis ngetik naskah proklamasi di kamar, bawa keluar, nyari Bung Karno dan Bung Hatta, ternyata yang bersangkutan lagi berdiri di sekitar piano (atau mungkin lagi nyanyi-nyanyi juga, tapi gak mungkin juga kali ye lu nyanyi2 kalo besok lu mau memproklamasikan kemerdekaan), jadi lah tanda tangan di atas piano.

mencoba mengulang sejarah, ayo cari 5 perbedaan!

Yak begitulah hasil interpretasi ngawur kalau kunjungan ke museum tanpa pemandu yah, dilarang ngamuk sama hasil tulisan ini.

Setelah 30 menit pencerahan akan sejarah bangsa Indonesia, kami ingin memperluas pengetahuan astronomi kami #PREETTT!!. To Planetarium!!

Walau gw udah pernah ke Planetarium yang di Taman Ismail Marzuki waktu SD, tapi Dewi belum pernah, maka bisa dimaklumi kalau kunjungan ke Planetarium TIM ini dikategorikan sebagai hal-hal yang belum pernah dilakukan selama di Jakarta.

Planetarium mengadakan pertunjukan sehari 4 kali, jam 10 pagi, setengah 12, jam 1 dan jam setengah 3 sore, masing-masing berlangsungnya selama 1 jam. Harga tiket murah meriah, jauh lebih murah daripada tiket nonton di 21, XXI, BlitzMegaplex, dkk, Cuma 7000 perak untuk dewasa dan 3500 untuk anak-anak.  Planetarium buka setiap hari kecuali hari Senin untuk perawatan (jadwal ini umumnya juga berlaku di museum-museum).

Khusus kunjungan ke Planetarium ini, gw memanggil keponakan gw dan emaknya untuk menyusul. Akibat doi datengnya rada telat dikit, jadilah kami baru masuk hall pertunjukan pas lampu udah dimatiin dan pertunjukan udah dimulai. Dari riuhnya tepuk tangan penonton waktu rasi-rasi bintang ditampilkan, bisa ketebak kalau teman nonton gw adalah anak SD semua. Tepukannya heboh banget untuk penayangan yang tergolong biasa bagi orang dewasa.

salah satu rasi bintang yang dipertontokan di Planetarium

Tapi bagaimana pun, kunjungan ke Planetarium akan sangat ok sekali bagi putra-putri, adik atau keponakan Anda ya. Lumayan seru lah pengetahuan dan pengalaman yang diberikan. Harusnya Planetarium juga menyediakan pertunjukan yang untuk pengunjung dewasa ya, dimana pengetahuan yang diberikan juga lebih kompleks dari yang umumnya udah pernah didapatkan dari pelajaran sekolah. Mungkin bisa dibuatkan pertunjukan soal hasil-hasil penemuan ilmuwan di Bulan atau di Mars.

Ngomong gampang ye? Tapi kalau Anda sang pembaca kebetulan adalah seorang Kepala Planetarium, boleh lah usulan saya dicatat. Lumayan lho untuk menarik pengunjung remaja, daripada remaja-remaja perginya ke bioskop doang, siapa tau abis itu jadi ada yang berminat kuliah astronomi (ih kepanjangan deh ngelanturnya).

Nah, sebagian dari Anda mungkin sudah bertanya-tanya dari tadi, mana kue pancongnya?? Baiklah gw akan bercerita mengenai sang kue pancong.

Jadi akibat permintaan jalan-jalan mendadak di tengah malam, gw mulai browsing mengenai yang unik di Jakarta yang belum pernah gw datengin. Hasil browsingan gw mengantarkan gw kepada suatu tempat yang bernama “Warung Kue Pancong Mang ****”. Dikabarkan bahwa warung kue pancong ini buka 24 jam dan tidak seperti kue pancong biasa karena punya berbagai rasa. Serius loh, artikel itu bombastis banget memberitakannya, karena diceritakan warung itu sangat ramai dikunjungi oleh pemuda-pemudi selama siang dan malam. Jadi meluncurlah kami membelah Jakarta menuju belahan Jakarta bagian barat yang jarang sekali gw kunjungin (selain Mal Taman Anggrek), yaitu ke Rawa Belong. Diindikasikan bahwa si warung kue pancong ini terletak nggak jauh dari pasar bunga rawa belong, tapi tetep aja kita sempet melewatkan si warung itu sampe harus bolak-balik, karena apa? Karena warungnya bener-bener warung yang keciiiiiiiiiiiiiil banget, nggak lebih gede dari warteg yang paling sederhana sekali pun.  Yang kalo ada mobil parkir di depannya, maka warung itu niscaya akan raib dari pandangan.

Jadi bagaimana soal kelezatan kuenya??? Buat lidah gw yang bego ini….nggak ada bedanya sama kue pukis #dowwweeenggggg

Dan kue pancong yang digembar-gemborkan lain dari kue pancong biasanya ternyata cuma kaya kue pukis coklat (ditabur mesis) dan kue pukis keju (ditabur keju parut) -_-

Harga 1 porsinya 6000 perak, tapi itu gw rasa juga udah kebanyakan banget kalo dimakan sendiri. 1 porsi isinya 6 potong kue.

sang kue pancong

Wah, nggak lagi-lagi deh gw percaya sama artikelnya si anu atau artikel dari media anu. Terlalu heboh untuk diberitakan di media yang kaya gitu mah. Oke mungkin dia gak bo’ong, warungnya emang buka 24 jam, dan dikunjungi pemuda-pemudinya juga ya siang-malam, ya bener…siang dan malam aja, dan pemuda-pemudinya juga mungkin cuma beberapa pasang, dia kan nggak bilang “ribuan pemuda-pemudi”, jadi itu adalah salah gw sendiri mengartikan artikelnya, hahahaha.

Tapiii..tetep aja, gw rasa menyesal sungguh membelah jakarta untuk mencari kue pancong yang sebenarnya tersebar di berbagai pojokan Jakarta, bahkan lewat depan rumah.

Anyway, keponakan gw tetep dapet hiburan dari petualangan mencari kue pancong ini, dia dapet sepasang ikan koi untuk dibawa pulang ke rumah. Sayangnya…… besoknya mereka mati o_O.